Menyambut hari  Kartini saya jadi tertarik untuk nulis tentang perayaan hari Kartini.  Kartini itu identik dengan simbol emansipasi wanita? Aduh saya bingung,  perempuan bicara emansipasi tapi sama jati dirinya aja masih ragu?!
Sejujurnya kalo bicara Kartini, saya lebih  seneng sama orang-orang khususnya cewek-cewek yang berani ngomong jujur  apa adanya kalo yang mereka pahami tentang sosok itu hanyalah sekedar  sosok perempuan berbaju kebaya Jawa dan berkonde (alasan na setiap hari Kartini  hampir semua orang berkebaya termasuk saya waktu sekolah dulu, malah ada lomba nya dan saya keluar menjadi juara. yeah!!) dan kata "emansipasi"nya. Yang  mungkin dijabarkan secara sederhana sebagai persamaan derajat antara  laki-laki dan perempuan. Segitu aja. Simple. Tanpa perlu panjang lebar  sok pintar mengarang bebas apa itu emansipasi dan seakan paham betul  sama perjuangannya Kartini.
Akui aja deh buat sebagian dari kita dan  banyak anak muda jaman sekarang, Kartini itu hanya sekedar simbol, ya  kan? Pokoknya kuncinya kalo ngomongin Kartini ya sebut aja kata  emansipasi, aman deh. Kita, saya, kamu, mungkin lebih tau tentang siapa  itu Beyonce daripada Kartini. Sangat ironis ya. Karna sepanjang yang saya  tahu, kita dibiasakan hafal dengan nama-nama tokoh sejarah, tahun-tahun  perjuangannya, tapi gak diajarkan lebih dalam mengenai perjuangannya,  pandangannya, dan ajarannya. 
Saya jadi berpikir, kalo aja saya itu Kartini, saya lebih milih gak usah jadiin ulangtaun saya sebagai hari besar nasional. karena semuanya semu.
kenapa saya bilang semu?
Hampir semua orang merayakan Hari Kartini, berkebaya, berkonde dan gak lupa gembar-gembor tentang emansipasi wanita dll tapi mereka gak pernah tau siapa sebenarnya Kartini, gimana perjuangannya, pandangannya dan ajarannya.
Saya jadi bertanya, apa ya yang mereka  rayakan? Mereka kan gak kenal saya? Apa yang ada dipikiran mereka?  Apakah mereka benar-benar senang? Mereka bahkan gak tau apa yang  udah saya perbuat hingga ulang tahun saya perlu mereka rayakan?
Dan kalo saya bayangkan Kartini di jaman sekarang ini, dimana orang-orang dari remaja-remaja sampe ibu-ibu bersasak tinggi yang sedang merayakan ulang tahun saya atau berlomba-lomba menjadi juara karena kebaya dan konde nya. Bahkan ada yang terpaksa merayakannya karena gak punya pilihan lain atau takut dianggap gak nasionalis. Mereka bernyanyi "Ibu Kita Kartini" dengan wajah sumringah tapi gak tau ada kisah apa dibalik lagi itu.
Anak-anak yang dipaksa orang tuanya mengikuti lomba dengan kebaya dan kondenya pun mungkin merasa bosan dan berharap cepat pulang dan merengek meminta pergi dari acara secepatnya!
Kasian Kartini, banyak yang merayakan hari ulangtahunnya sampai dijadikan hari besar nasional tapi gak tau siapa Kartini.
Termasuk saya.
waktu saya search saya mendapatkan pandangan Kartini dari wikipedia yang menurut saya luar biasa untuk disampaikan oleh seorang wanita pada masa itu. 
Pada surat-surat Kartini tertulis  pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang  kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan  dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai  penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan  menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti  tertulis: Zelf-ontwikkelingdan Zelf-onderricht, Zelf-  vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas  dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid(yaitu Ketuhanan,  Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan)  dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Pandangan-pandangan  kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik  terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan  dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan  tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang  sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling  menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi  berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini  mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum  laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan  perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.

.jpg)

 
 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar