Hari ini saya belajar sebuah hal dari sesuatu yang tidak saya sengaja prosesnya terjadi hari ini. Seperti sebuah inspirasi yang datangnya kita tidak pernah tahu, demikian pula sebuah rangkaian proses yang mampu membuat kita berpikir bahwa hidup mampu dihadapi dengan cara yang mudah dan tidak terduga.
Hari ini saya belajar dari teman saya. Suatu sore, teman saya Rya merencanakan untuk ke Bekasi Square bersama saya dan teman-teman saya yang lain. Kami naik motor berdua-dua, saya dengan pepi, rya dengan erry dan fanny dengan ngawi. Lalu sesampainya di parkiran motor Bekasi Square tiba-tiba Rya berteriak panik karena kacamatanya ketinggalan di musholla. Padahal tadinya kami semua termasuk Rya bercanda-canda sepanjang perjalanan. Saya yang tau kalau Pepi yang menyimpan kacamata pada saat kacamatanya tertinggal di musholla menahan tawa dan pura-pura ikut panik. Sampai akhirnya saya dan pepi mengaku kacamata nya sudah disimpan oleh Pepi.
Ketika itu saya terpikir sebuah hal yang menurut saya luar biasa, waktu Rya gak sadar kalo kacamatanya hilang, mukanya tenang banget. dan pada saat Rya sadar kacamatanya gak ada, Rya langsung panik. Asik juga kali ya, kalo kita pura-pura gak tau sama keadaan kita yang serba susah begini?
Tring! tiba-tiba lampu di atas kepala saya seperti langsung switched-on. Saya langsung ingat kepada kata-kata seorang pemain film senior kepada junior-juniornya, agar akting kita sempurna yang pertama-tama harus dilakukan adalah kita harus 'membohongi' diri kita sendiri. 'Membohongi' diri sendiri yang pasti dalam maksud yang positif, ya. Bukankah menjalani hidup semudah itu? Kita 'bohongi' saja diri ini, kita 'pura-pura' tidak tahu kalau hidup ini susah. Anggap saja kita tidak tahu kalau hidup ini sesusah itu.
"Eh hesty, nggak gitu juga kali, ya kali bisa bohongin diri kita sendiri, wong perasaan lo juga selalu nangis setiap kali masuk kamar abis pulang kuliah, woo!" Naluri saya yang saya sebut teman khayal tiba-tiba menyosor bilang seperti itu tadi. Seketika juga saya membalas kata-kata teman khayal saya tersebut, "Heh! ya iya sih gue emang sering galau, tapi supaya hidup ini seimbang mulai saat ini logika sama perasaan itu harus seimbang, mama pernah kok bilang gitu!"
Ya, memang seperti itu, agar hidup kita seimbang seperti Elizabeth Gilbert di film Eat, Pray, Love, logika dan perasaan kita harus seimbang, harus bisa memaafkan dan mengikhlaskan hal-hal pahit yang pernah terjadi di dalam hidup. Hidup itu masih terlalu panjang untuk dijalani, ditangisi, atau bahkan dikhawatirkan. Hidup Anda adalah sebuah kanvas kosong yang masih harus dipenuhi dengan guratan warna indah, sementara yang lainnya masih terus menggurat warna di kanvasnya, Anda hanya duduk terpaku mengingat kesedihan Anda di depan kanvas tanpa melakukan apa-apa. Jalan terus dan 'bohongi' diri Anda.
Sementara teman khayal saya yang saya sebut naluri menjawab santai, "Gue ikut aja deh apa kata lo!" Lalu saya sendiri (logika) tersenyum menang terhadap teman khayal (perasaan) saya tersebut.